Apakah kebutuhan ASI exslusive bagi bayi selama 6 bulan penting?

Jumat, 11 November 2011


POSITION PAPER
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
TERHADAP
SURAT EDARAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI
NO. 01/M/KOMINFO/1/07 TENTANG PENGIRIMAN SURAT

PENDAHULUAN

Industri pos dan logistik belakangan ini menunjukkan dinamika yang
relatif meningkat. Peningkatan tersebut sedikit banyak terjadi atas
kontribusi aktifitas logistik termasuk lalu lintas surat dan dokumen
bisnis semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia
usaha. Adanya perkembangan (demand) pasar terhadap logistik suratdokumen
bisnis menjadi latar belakang semakin banyaknya pelaku
usaha swasta (non PT. Pos Indonesia) yang berkiprah dalam sektor
yang bersangkutan. Berdasarkan data yang diperoleh, tercatat kurang
lebih 945 perusahaan jasa kurir yang beroperasi di seluruh Indonesia
di tahun 2006, dimana sekitar 121 perusahaan beroperasi di wilayah
Jabodetabek. Kemudian, berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Jasa
Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo), industri jasa pengiriman
menyerap lapangan pekerjaan bagi sekitar 60 ribu orang dengan
omzet domestiknya yang terus meningkat diatas 800 milyar rupiah di
tahun 2006. Kondisi tersebut relatif kontras dengan profil PT. Pos
Indonesia yang memiliki pegawai sekitar 25 ribu orang dengan omzet
Rp. 1,64 trilliun untuk tahun 2006.
Perkembangan jumlah pelaku usaha juga diiringi dengan inovasi
produk dan pelayanan. Salah satu bentuk inovasi adalah pelayanan
Position Paper KPPU Terhadap SE Menkominfo No. 01/SE/M/KOMINFO/1/2007 2
jasa kurir untuk surat-dokumen bisnis. Dalam segmen ini, perusahaan
swasta bersaing secara langsung (head to head) dengan PT. Pos
Indonesia untuk melayani transaksi pengiriman surat-dokumen bisnis
yang lebih bersifat one to many atau dari satu perusahaan untuk
banyak penerima (recipient). Menyikapi perkembangan tersebut,
pemerintah melalui Menkominfo mengeluarkan himbauan berupa Surat
Edaran Nomor 01/SE/M/KOMINFO/1/2007 yang intinya adalah
menyerukan kepada pengguna jasa pos untuk hanya menggunakan
PT. Pos Indonesia dalam berbagai bentuk korespondensi bisnisnya.
Adanya himbauan tersebut menimbulkan polemik di kalangan bisnis,
terutamanya oleh perusahaan penyedia jasa kurir swasta, dimana
ditenggarai, SE No. 01/SE/M/KOMINFO/1/2007 merupakan salah satu
bentuk persaingan usaha tidak sehat yang didukung oleh pemerintah.
Paper ini bertujuan untuk melakukan analisis legalitas dan analisis
persaingan usaha dari terbitnya SE No. 01/SE/M/KOMINFO/1/2007.
Berdasarkan paper ini, KPPU akan memberikan saran dan rekomendasi
kepada pemerintah untuk menyikapi dinamika terakhir dalam industri
jasa pos di Indonesia.

ANALISIS LEGALITAS

Sampai dengan saat ini, regulasi industri pos dan jasa pengiriman
yang masih berlaku mengamanatkan bahwa negara yang
menyelenggarakan pos dan pelaksanaannya diserahkan kepada satusatunya
badan usaha milik negara (BUMN) yang saat ini bernama PT
Pos Indonesia (berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
1995). Ketentuan tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 6
Tahun 1984 tentang Pos yang menyatakan:
Position Paper KPPU Terhadap SE Menkominfo No. 01/SE/M/KOMINFO/1/2007 3
Pasal 3 (1) : Pos diselenggarakan oleh negara
Pasal 3 (3) : Menteri melimpahkan tugas dan
wewenang pengusahaan pos dan giro yang
dibentuk sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku
Pasal 4 (1) : Badan sebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 3 ayat (3) adalah satu-satunya badan
yang bertugas menerima, membawa, dan/atau
menyampaikan surat, warkatpos, serta kartupos
dengan memungut biaya
Penegasan terhadap pelimpahan negara kepada satu-satunya badan
usaha juga terdapat di aturan turunan UU No 6 Tahun 1984, yaitu
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 tentang
Penyelenggaraan Pos yang berbunyi:
Pasal 3 (1) : Pos diselenggarakan oleh Negara dan
ditugaskan kepada Perum
Pasal 3 (3) : Perum adalah satu-satunya badan yang
bertugas menerima, membawa, dan/atau
menyampaikan surat, warkatpos, dan kartupos
dengan memungut biaya
Dalam implementasinya, perum yang dimaksud dalam pasal 3 ayat 3
adalah Perum Pos dan Giro yang dibentuk berdasarkan PP No. 9/1978.
Position Paper KPPU Terhadap SE Menkominfo No. 01/SE/M/KOMINFO/1/2007 4
Pada perkembangan terakhirnya, bentuk Perum tersebut berubah
menjadi Persero berdasarkan PP No. 5/1995.
Perubahan status Perum Pos dan Giro menjadi PT Pos Indonesia
(Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5/1995 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero), menyebabkan kerancuan dalam
penyediaan jasa pelayanan publik dan hak monopoli. Definisi Persero
adalah mengejar keuntungan setinggi-tingginya (berdasarkan Pasal 12
Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara), berbeda dengan Perum yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum dengan melayani kepentingan masyarakat (UU No. 19/2003
Pasal 36). Kondisi tersebut menyebabkan pertentangan antara prinsip
melayani kepentingan publik dan hak monopoli berdasarkan UU No.
6/1984 dan PP No. 37/1985 dengan prinsip mencari keuntungan
setinggi-tingginya (PP No. 5/1995). Dengan demikian, hubungan
antara PT. Pos Indonesia (berdasarkan PP No. 5/1995) dengan fungsi
pelayanan kepentingan publik dan hak monopoli (UU No 6/1984 dan
PP 37/1985) menjadi kurang relevan. Dengan peralihan menjadi
Persero, maka PT. Pos Indonesia telah masuk ke dalam wilayah
komersial, dimana sebagai Persero, PT Pos Indonesia harus dapat
bersaing secara sehat dengan perusahaan swasta lainnya. PT Pos
Indonesia idealnya bersaing melalui prosedur yang kompetitif untuk
terpilih sebagai penyedia jasa pos dan logistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar